PENDAHULUAN

Hipertensi portal merupakan kelainan hemodinamik yang berhubungan dengan komplikasi paling berat dari sirosis hati, termasuk asites, ensefalopati hepatik, dan perdarahan dari varises esophagus.

Sebab terjadinya pendarahan oleh karena varises gastro-esofagus masih dipertentangkan. Perdarahan varises sering terjadi pada 25 – 35 % penderita sirosis. Perdarahan pertama biasanya memberi angka mortalitas yang tinggi, biasa sampai 30%, sementara 70% dari penderita yang selamat akan mengalami perdarahan ulang setelah perdarahan yang pertama tersebut.

Perdarahan disebut bermakna secara klinik bila kebutuhan transfusi darah 2 unit atau lebih dalam waktu 24 jam sejak penderita masuk rumah sakit, disertai tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg, atau penurunan tekanan darah lebih dari 20 mmHg dengan perubahan posisi, dan atau nadi lebih dari 100 kali/menit pada saat masuk rumah sakit.

Di negara-negara maju setiap penderita dengan perdarahan akut saluran cerna bagian atas, terutama perdarahan varises dianjurkan diawasi di rumah sakit, bila perlu di ruangan perawatan intensif, walaupun perdarahan tampaknya ringan. Pengobatan penderita dengan perdarahan varises gastro – esofagus meliputi: prevensi terhadap serangan pertama, mengatasi perdarahan aktif , dan prevensi perdarahan ulang setelah perdarahan pertama terjadi. Pengelolaan perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di antaranya penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardio – pulmoner, transfusi, pengobatan terhadap perdarahannya sendiri, dan pencegahan terhadap komplikasi.

Panduan utama penggunaan obat farmakologi sebagai profilaksis primer perdarahan varises masih tetap propanolol. Kira-kira 70% penderita yang selamat dari episode akut perdarahan varises akan mengalami perdarahan ulang dalam 1 tahun pertama setelah itu. Pengobatan dengan propanolol secara terus menerus akan dapat mengurangi kecenderungan perdarahan ulang secara bermakna. Penambahan isosorbid-5-mononirrat (ISMN) pada propanolol dalam penurunan tekanan portal dapat meningkatkan efikasi bila dibandingkan dengan propanolol saja.

LAPORAN KASUS

Anamnesis

Seorang laki-laki, B.S. umur 71 tahun MRS tanggal 5 Mei 2009, dengan keluhan utama BAB hitam.

BAB hitam dialami penderita sejak ± 1 minggu SMRS, ± 2 – 3 kali/hari, volume ±200cc/kali. Keluhan ini pernah dialami penderita ± 2 bulan yang lalu dan dirawat di RSU Prof. Kandou selama ± 12 hari. Penderita juga mengalami pusing. Mual tidak dirasakan penderita, muntah tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Panas tidak ada, batuk tidak ada. Bengkak di kaki dialami penderita sejak ± 3 bulan SMRS. Menurut penderita berat badannya turun sejak ± 5 bulan SMRS. Buang air kecil biasa.

Riwayat penyakit dahulu : Penyakit jantung, paru, ginjal, liver, darah tinggi, gula, asam urat disangkal oleh penderita.

Riwayat konsumsi obar ”PAR” disangkal oleh penderita.

Riwayat kebiasaan merokok dan minum alkohol sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, ± 3 – 4 kali/ minggu, ± 1 botol/kali, tetapi sudah berhenti sejak ± 7 tahun yang lalu.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 92 kali/menit, Respirasi 24 kali/menit, suhu badan 36,6°C. Warna kulit sawo matang, efloresensi tidak ada, suhu raba hangat, lapisan lemak cukup, turgor kembali cepat, edema tidak ada, pertumbuhan rambut normal. Ekspresi muka wajar, simetris, rambut tidak mudah dicabut, tekanan bola mata normal pada perabaan, kelopak ptosis tidak ada, konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada, gerakan normal. Pada telinga lubang ada kiri dan kanan, sekret tidak ada, nyeri tekan di prosessus mastoideus tidak ada. Pada hidung, deformitas bagian luar tidak ada, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada, penyumbatan tidak ada, epistaksis tidak ada. Pada mulut, bibir sianosis tidak ada, selaput lendir basah, gigi karies ada, lidah beslag tidak ada, perdarahan gusi tidak ada, faring hiperemis tidak ada, tonsil T1 – T1 hiperemis tidak ada, bau pernapasan foetor tidak ada. Pada leher, pembesaran  kelenjar  getah  bening tidak ada,  pembesaran kelenjar gondok tidak ada, trakea di tengah, JVP 5+0 cm, pulsasi pembuluh darah normal, kaku kuduk tidak ada, tumor tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik dada ditemukan, bentuk simetris normal, retraksi ruang interkostal tidak ada,  buah dada normal, pulsasi pembuluh darah normal. Pada paru depan, inspeksi, gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi tidak ada. Palpasi, stem fremitus kiri sama dengan kanan. Perkusi, sonor kiri sama dengan kanan. Auskultasi, suara pernapasan vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Pada paru belakang, inspeksi gerakan dinding dada simetris, retraksi tidak ada. Palpasi, stem fremitus kiri sama dengan kanan. Auskultasi, suara pernapasan vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan fisik jantung, inspeksi, iktus kordis tidak tampak, palpasi, iktus kordis tidak teraba, perkusi, batas kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V linea midklavikularis sinistra, auskultasi, HR 90 kali/menit, reguler, S1-S2 normal, bising tidak ada, M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2

Pada abdomen, inspeksi, datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal.

Anggota gerak otot eutrofi, tophi sendi tidak ada, gerakan aktif, kekuatan 5/5, tangan tremor tidak ada, kelainan jari tidak ada, eritema palmaris ada, ujung jari clubbing tidak ada, kuku sianosis tidak ada, kekuatan otot 5/5. Tungkai/kaki otot eutrofi, jaringan parut tidak ada, tophi sendi tidak ada, gerakan normal, kekuatan otot 5/5, suhu raba hangat, edema ada. Refleks fisiologis ada, refleks patologis tidak ada.

Pada pemeriksaan penunjang (4 Mei 2009), Hb 5,2 ; Leukosit 5900 ; Trombosit 253.000, Hematokrit 16,8 ; GDS 97,8 ; kolesterol 114, trigliserida 70 ; asam urat 4,9 ; ureum 21 ; kreatinin 0,63 ; SGOT 14,2 ; SGPT 10,1 ; protein total 4,5 ; albumin 1,8 ; globulin 2,7.

Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp.varices esofagus dd malignancy, susp.sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding.

Penanganan untuk penderita ini puasa untuk sementara waktu, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL, pasang NGT, pasang kateter.

Pada penderita direncanakan untuk pemeriksaan blood smear, Na, K, Cl, HbsAg, anti HCV, AFP, x-foto thoraks, USG abdomen, OMD, infus albumin, endoskopi.

Pada follow up tanggal 6 Mei 2009 diperoleh keluhan kemarin malam BAB warna hitam sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 88 kali/menit, Respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36,2°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi, datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, pemeriksaan HbsAg, anti HCV, AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 7 – 10 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam masih ada, sedikit-sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 90 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36,3°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.

Hasil x-foto thoraks (9/5) : jantung dan paru kesan normal.

Direncanakan untuk kontrol DL, pemberian infus albumin 20% 100cc, dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 11 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam masih ada, sedikit-sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 94 kali/menit, Respirasi 24 kali/menit, suhu badan 36,6°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.

Hasil laboratorium (11/5) : Hb 8,5 ; leukosit 4400 ; trombosit 227.000 ; hct 24,9 ; Na 132 ; K 3,4 ; Cl 107 ; HbsAg negatif ; anti HCV negatif.

Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 12 – 14 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada.

Hasil laboratorium (13/5) : Hb 9,8 ; leukosit 8600 ; trombosit 262.000 ; Hct 30,3 ;

Hasil USG abdomen (13/5) : sirosis + asites, ginjal, kandung empedu, lien, dan pankreas kesan normal.

Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding dd malignancy. Penderita diterapi dengan IVFD Aminoleban 10 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcI, cefotaxim 3×1 gr IV, DL I, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 15 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36,5°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada.

Hasil laboratorium (15/5) : Hb 11,8 ; leukosit 6600 ; trombosit 242.000 ; Hct 34,4; Na 137; K 3,6 ; Cl 101 ; GDS 65 ; ureum 12 ; kreatinin 0,8 ; asam urat 3,2 ; protein total 4,1 ; albumin 1,9 ; globulin 2,2 ; SGOT 24 ; SGPT 6.

Penderita didiagnosis kerja dengan post melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, dengan sirosis hepatis. Penderita diterapi dengan IVFD Aminoleban 10gtt/menit, ranitidin 2×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcI, DL II, diet rendah garam, propanolol 3×10 mg. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 16 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 78 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36,3°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada. Penderita didiagnosis kerja dengan post melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, dengan sirosis hepatis. Penderita diterapi dengan omeprazole 2×20 mg tablet, sucralfat sirup 4xcI, dulcolactol sirup 3xcI, propanolol 3×10 mg tablet. Penderita dipulangkan dan direncanakan kontrol di poli Gastro.

PEMBAHASAN

Perdarahan varises esofagus, merupakan salah satu komplikasi terbanyak dari hipertensi portal akibat sirosis, terjadi sekitar 10 – 30 % seluruh kasus perdarahan saluran cerna bagian atas .

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan adanya proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Dalam klinik, dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. Penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatic, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica, penyakit Wilson, hemokromatosis, zat toksik,dll.

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lemas dan lelah, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau buang air besar warna hitam, perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Pada pemeriksaan fisik dapat dapat ditemukan :

  • spider angioma, yaitu suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
  • Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
  • Perubahan kuku-kuku murche, berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku.
  • Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bias membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
  • Asites, penimbunan cairan pada dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia.

Selain itu dapat ditemukan ikterus, foetor hepatikum, jari gada, serta warna urin yang gelap seperti teh.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada penderita ini ditemukan adanya keluhan buang air besar warna hitam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keluhan bengkak di kaki sejak ± 3 bulan SMRS, riwayat penggunaan alkohol yang lama, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya eritema palmaris, asites, dan edema pada kaki.

Gambaran laboratorium pada penderita sirosis meliputi aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 – 3 kali batas normal atas. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Pada pemeriksaan laboratorium pada pasien ini didapatkan SGOT 14,2 ; SGPT 10,1 ; protein total 4,5 ; albumin 1,8 ; globulin 2,7 serta hasil pemeriksaan HbsAg dan anti HCV yang negatif menyingkirkan kemungkinan terjadinya sirosis hepatis oleh karena infeksi virus.

Pemeriksaan barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan. Pemeriksaan hati yang bias dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain biayanya mahal. Pemeriksaan endoskopi untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi disebabkan oleh varises atau non-varises. Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan didapatkan hasil : sirosis + asites, ginjal, kandung empedu, lien, dan pankreas kesan normal.

Penderita dengan perdarahan varises biasanya menunjukkan gejala-gejala yang khas, berupa : hematemesis, hematokezia atau melena, penurunan tekanan darah dan anemia. Namun harus dipahami bahwa adanya tanda-tanda yang khas dari sirosis hati, dengan demikian ada dugaan hipertensi portal, tidak otomatis menyingkirkan sumber perdarahan lain. Hampir 50% penderita dengan hipertensi portal mengalami perdarahan non varises. Beberapa diantaranya disebabkan oleh gastropati hipertensi portal, yang berhubungan dengan peningkatan tekanan portal, namun sebagian besar  tidak berhubungan dengan peningkatan tekanan portal. Karena itu, pasien-pasien ini membutuhkan pemeriksaan endoskopi yang segera, untuk menetapkan diagnosis pasti. Pada penderita terjadi perdarahan yang kemungkinan besar adalah varises esophagus yang berdarah. Pada penderita tidak dilakukan pemeriksaan endoskopi karena alasan biaya.

Komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hepatic adalah manifestasi dari hipertensi porta yaitu varises esophagus, peritonitis bakterial spontan, dan sindrom hepatorenal. Pengelolaan perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di antaranya penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardio – pulmoner, transfusi, dan pengobatan terhadap perdarahannya sendiri.

Intervensi awal untuk setiap penderita dengan perdarahan akut adalah pemasangan akses intravena yang baik, selanjutnya mulai dengan penggantian volume darah yang hilang (volume replacement). Hampir pada semua penderita, tindakan ini dapat dimulai dengan cairan kristaloid, diikuti dengan transfusi darah. Pada penderita ini terpasang IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit dan dijadwalkan transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.

Bila penderita masih berdarah aktif, dan diketahui kemungkinan besar ada hipertensi portal, vasopressin atau somatostatin dan analognya (ocreotide) dapat diberikan dalam dosis empirik sebagai usaha untuk menurunkan tekanan portal dengan cepat, dengan demikian dapat menurunkan risiko atau menghentikan perdarahannya. Somatostatin (dan analognya = ocreotide) merupakan hormon yang berhasil diisolasi dari hipotalamus pada tahun 1972, dan mulai dipakai dalam klinik pada tahun 1978. Hormon ini tersebar di seluruh tubuh, dan terdapat dalam konsentrasi yang tinggi terutama pada: sistem saraf pusat, saluran makanan dan pankreas. Efek farmakologis dari somatostatin antara lain adalah: menghambat pelepasan hormon-hormon GI, menghambat sekresi lambung dan pankreas, dan menurunkan aliran darah splanknik. Pada penderita ini tidak diberikan somatostatin karena dengan terapi yang diberikan, penderita mengalami perbaikan klinis (sudah tidak BAB hitam lagi).

Karena trombosit dan koagulasi plasma sensitif terhadap pH, serta pepsin melisiskan bekuan darah pada pH rendah, maka usaha menstabilkan pH mendekati netralitas dapat mengurangi frekuensi perdarahan. Obat penghambat pompa proton (PPI) diperlukan untuk mengurangi sekresi asam lambung hingga pH > 6, sehingga bekuan darah yang terjadi lebih stabil pada pH diatas 6,0 tersebut. Agregasi trombosit tidak akan timbul bila pH dibawah 5,9 dan pH yang optimal untuk agregasi trombosit yaitu 7 – 8. pH > dari 6,0 dibutuhkan bagi agregasi trombosit dan pembentukan fibrin, sedangkan pH kurang dari 5,0 berhubungan dengan lisis bekuan darah (clot). Pada pH > 6, agregasi trombosit lebih aktif, pepsin dihambat dan hemostasis lebih optimal. Pada penderita ini PPI baru digunakan pada waktu terapi oral, sedangkan pada masa perdarahan akut PPI tidak digunakan karena faktor biaya, karena itu pada penderita ini digunakan ranitidin yang merupakan antagonis reseptor H2. Ranitidin akan menghambat sekresi asam lambung, sehingga akan mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin juga menurun.

Sukralfat merupakan suatu kompleks garam sukrosa dimana hidroksil diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja mungkin melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk suatu lapisan fisikokemikal pada dasar tukak, yang melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal.

Asam traneksamat merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan dalam menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain. Oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan berat yang terjadi.

Setiap penderita dengan perdarahan varises mempunyai tambahan resiko tinggi untuk mengalami efek samping yang lebih berat, bila terjadi komplikasi seperti aspirasi pneumoni atau infeksi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa pasien dengan sirosis yang mengalami perdarahan, menunjukkan perbaikan perjalanan klinik dengan pemberian antibiotika profilaksis. Pada penderita ini diberikan antibiotika, yaitu cefotaxim.

Karena 30 – 50 % penderita dengan hipertensi portal akan mengalami perdarahan dari varises, dan sekitar 50% akan meninggal akibat efek perdarahan pertama, tampaknya sangat rasional untuk membuat panduan pengobatan profilaksis untuk mencegah terjadinya varises , juga perdarahan varises. Sesuai dengan rekomendasi Baveno III – 2000, metode profilaksis primer yang paling baik dan efektif adalah:

  • Terapi farmakologi dengan propanolol merupakan modalitas terapi terbaik yang ada pada saat ini.
  • Tujuan pengobatan dengan propanolol : menurunkan gradien tekanan vena hepatika menjadi kurang dari 12 mmHg
  • Dosis : mulai dengan dosis 2×40 mg, dinaikkan hingga 2×80 mg bila perlu. Pemakaian long acting propanolol dalam dosis 80mg atau 160mg dapat dipakai untuk memperbaiki ketaatan pasien.

Pada penderita ini diberikan propanolol sebagai terapi profilaksisnya, untuk mencegah perdarahan varises esofagus berulang.

Indeks hati dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil penelitian sebelumnya, pasien yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks hati 0 – 2), angka kematian antara 0 – 16%, sementara yang mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat (indeks hati 3 – 8 ) angka kematian antara 18 – 40%.

Indeks hati untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat terapi medik

Pemeriksaan                                              0                     1                     2

1. Albumin (gr%)                                     >3,6             3,0 – 3,5            <3,0

2. Bilirubin (gr%)                                     <2,0            2,0 – 3,0            >3,0

3. Gangguan kesadaran                              –                minimal               +

4. Asites                                                            –                minimal               +

Kegagalan hati ringan  = indeks hati 0 – 3

Kegagalan hati sedang = indeks hati 4 – 6

Kegagalan hati berat    = indeks hati 7 –  10